Jumlah Kejahatan Anti-Muslim Catat Rekor Baru di Jerman

7 hours ago 2

Jakarta -

Sepanjang tahun lalu, tercatat sebanyak 3.080 kasus serangan dan diskriminasi anti-muslim terjadi di Jerman. Angka ini meningkat drastis, sebesar 60 persen dibandingkan tahun 2023 yang mencatatkan 1.926 kasus. Sebagai perbandingan, pada 2022 jumlah kasus hanya 898.

Rata-rata, lebih dari delapan insiden terjadi setiap hari sepanjang 2024. Serangan verbal mendominasi dengan 1.558 kasus, atau hampir 56 persen dari total kejadian yang tercatat. Selain itu, sekitar seperempat kasus tergolong diskriminasi, sementara 21 persen lainnya berupa perilaku yang merendahkan martabat.

Peningkatan juga terjadi pada tindak kejahatan berat. Riset yang didukung oleh Kementerian Pendidikan, Kementerian Keluarga, serta Kementerian Dalam Negeri tersebut, mencatat dua kasus pembunuhan dan 198 kasus penganiayaan, termasuk tiga di antaranya merupakan penganiayaan berat atau percobaan pembunuhan. Pada 2023, tidak dilaporkan adanya kasus pembunuhan, sementara penganiayaan berjumlah 182 kasus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebanyak 968 insiden tercatat menargetkan individu secara langsung. Sisanya, 261 kasus ditujukan kepada kelompok, dan 72 kasus menyasar institusi keagamaan yang mayoritasnya adalah masjid. Dalam 71 persen kasus yang mencatat gender korban, perempuan adalah target utama.

"Dimensi baru" eskalasi rasisme

Menurut Claim, lonjakan insiden anti-Muslim sangat terasa sejak serangan kelompok radikal Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023, yang juga diikuti peningkatan insiden antisemitisme.

"Laporan ini sungguh mengguncang," ujar Co-CEO Claim, Rima Hanano. Dia menyebutkan bahwa terjadi "dimensi baru" dalam eskalasi rasisme anti-Muslim, yang menjadi "sinyal peringatan, bukan hanya terhadap peningkatan yang signifikan, tetapi juga munculnya normalisasi, pelonggaran batasan, dan kekerasan yang kian brutal," tambahnya.

Claim pun mendesak adanya pencatatan insiden anti-Muslim yang lebih baik oleh kepolisian maupun masyarakat sipil. Menurut laporan tersebut, tingkat kasus yang tidak terlaporkan masih sangat tinggi. Hanano menjelaskan, banyak kejadian yang tidak dilaporkan atau tidak dikenali sebagai rasisme anti-Muslim.

Diskriminasi tersebut, ujarnya, merambah ke berbagai aspek kehidupan, mulai dari pusat kebugaran, sekolah, tempat kerja, hingga ketika menyewa rumah.

Normalisasi rasisme anti-muslim

Selain itu, Claim juga menyerukan peningkatan perlindungan serta layanan konseling bagi para korban, serta penyusunan "Rencana Aksi Nasional melawan Rasisme" yang baru.

Ditekankan pula perlunya pelatihan wajib bagi aparat kepolisian dan lembaga peradilan. "Yang paling penting adalah sikap politik yang tegas serta komitmen melawan rasisme anti-muslim," kata Hanano, seraya menambahkan bahwa seluruh masyarakat harus turut ambil bagian.

"Dalam keseharian di Jerman, kekerasan, diskriminasi, dan penghinaan terhadap Muslim adalah hal yang lumrah. Kita tidak boleh membiarkan hal ini terus terjadi," ujar Komisioner Pemerintah Federal untuk Anti-Rasisme, Natalie Pawlik. "Kita harus mengungkap keseluruhan skala rasisme anti-Muslim dan melawannya dengan tegas."

Diperlukan intervensi negara

Data yang disajikan dalam laporan tersebut dihimpun dari 26 pusat pelaporan dan konseling di 13 negara bagian, portal pelaporan nasional, serta statistik kriminalitas. Organisasi Claim sendiri merupakan jaringan lebih dari 50 aktor masyarakat sipil, baik Muslim maupun non-Muslim.

Menanggapi laporan itu, sekretaris jenderal organisasi Islam Turki Milli Grs, Ali Mete, menyerukan agar pemerintah segera menunjuk Komisioner Khusus Rasisme Anti-Muslim. "Kita memerlukan peningkatan kesadaran, di sekolah-sekolah, kepolisian, dan lembaga-lembaga pemerintahan," ujarnya kepada Berliner Tagesspiegel.

Dia juga mengkritik kecenderungan yang masih kerap menggambarkan migrasi sebagai masalah, alih-alih sebagai bagian nyata dari masyarakat.

Anggota parlemen federal dari Partai Hijau, Lamya Kaddor dan Schahina Gambir, juga menuntut strategi nasional yang tegas dalam melawan rasisme anti-Muslim. "Masyarakat kita tidak boleh menerima bahwa sesama warga negara diperlakukan tidak setara," tulis keduanya.

"Setiap orang di negeri ini berhak atas rasa aman, perlindungan, partisipasi, dan solidaritas, tanpa memandang asal-usul, agama, orientasi seksual, atau penampilan."

rzn/yf (dpa, kna)

Lihat juga Video 'Puncak Tertinggi di Jerman: Perjalanan ke Zugspitze':

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial