Jakarta -
Kasus Covid-19 kembali mengguncang dunia, khususnya di kawasan Asia Tenggara. Memasuki pertengahan Mei tahun 2025, dunia kembali dihebohkan oleh peningkatan kasus Covid-19 di beberapa negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Bahkan, berdasarkan Data WHO pada Mei 2025 mencatat lebih dari 128 ribu kasus baru di Thailand. Varian baru seperti XEC, JN.1, NB.1.8, dan LF.7 mendominasi penyebaran di kawasan tersebut. Masing-masing adalah turunan atau mutasi dari varian JN.1, dengan potensi penyebaran yang tinggi, meski saat ini belum menunjukkan gejala klinis yang lebih berat dibanding varian sebelumnya.
Lantas bagaimana kondisi di Indonesia? Hingga minggu ke-20 tahun 2025, Indonesia mencatat tren penurunan. Dari 28 kasus di minggu ke-19, menjadi hanya 3 kasus konfirmasi baru (positivity rate 0,59%). Varian dominan saat ini adalah MB.1.1, yang belum menunjukkan lonjakan yang besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Merespons fenomena ini, Kementerian Kesehatan mengeluarkan Surat Edaran dengan Nomor SR.03.01/C/1422/2025 tentang Kewaspadaan terhadap Peningkatan kasus Covid-19. Hal ini menjadi penanda penting, bahwa meski kasus di dalam negeri relatif stabil, dinamika yang terjadi di beberapa negara tetangga tidak boleh diabaikan. Kita harus mempersiapkan sejak dini semua sumber daya nasional dan lebih tanggap terhadap berbagai potensi yang mungkin terjadi.
Namun, apakah langkah ini cukup untuk menggambarkan kesiapan dan keamanan kesehatan kita? Tentu tidak. Di tengah arus mobilitas warga yang masih sangat tinggi, lonjakan kasus di negara tetangga dapat dengan mudah berdampak pada Indonesia. Kita tidak bisa berpikir secara skeptis dan parsial dalam memahami serta menghadapi masalah kesehatan global ini. Maka dari itu, saat ini merupakan waktu tepat untuk membangkitkan alarm kewaspadaan nasional. Bukan dengan panik tapi dengan membangun kesiapsiagaan penuh di seluruh sektor.
Kesiapsiagaan Pandemi
Berdasarkan laporan Global Health Security Index (GHS Index) mengonfirmasi bahwa tidak ada negara yang sepenuhnya siap untuk mengatasi ancaman pandemi. Skala ketidaksiapan global untuk menghadapi kebutuhan yang meningkat pesat akibat ancaman Covid-19 (Maccaro et al, 2023).
Di masa lalu, kecenderungan kita untuk mensimplifikasi ancaman Covid-19, justru menjadi bumerang yang berdampak sistemik. Meluasnya kasus Covid-19 pada periode sebelumnya menjadi pembelajaran penting, betapa sistem kesiapsiagaan kita masih rapuh. Tidak semata soal kapasitas layanan kesehatan, tetapi juga menyangkut ketahanan sosial, respons kebijakan, hingga pola pikir masyarakat. Dalam kajian Mishra et al. (2019), Covid-19 tidak hanya mempengaruhi kesehatan masyarakat secara sosial tetapi juga penurunan ekonomi, peningkatan pengangguran, gangguan transportasi, fasilitas publik, dan sektor-sektor strategis lainnya, yang kita rasakan dampaknya hingga saat ini.
Oleh sebab itu, hari ini adalah momentum penting untuk kembali membunyikan alarm kesiapsiagaan nasional dalam menghadapi ancaman pandemi. Izmir et al. (2025) menjelaskan kesiapsiagaan pandemi mengacu pada kegiatan perencanaan yang diambil di suatu negara untuk mengurangi penularan pandemi, mengurangi jumlah kasus, penyiapan sarana prasarana layanan kesehatan, mempertahankan layanan penting, dan mengurangi dampak ekonomi dan sosial akibat pandemi.
Lantas, apa artinya kesiapsiagaan pandemi dalam konteks saat ini? Hal ini tidak sekedar ajakan untuk kembali pada kebijakan pembatasan. Sebaliknya, ini adalah upaya membangun kembali kesadaran kolektif masyarakat, pemerintah, dunia usaha, akadimisi, media dan seluruh komponen bangsa untuk bersiap secara lebih terstruktur, terpadu dan kolaboratif dalam menghadapi potensi risiko varian baru. Karena itu, lonceng kesiapsiagaan nasional perlu dibunyikan sebagai panggilan untuk kembali siaga dan tetap menjaga produktivitas.
Partisipasi, Inovasi, dan Kolaborasi
Dengan berbagai dinamika yang terjadi, kita membutuhkan pendekatan baru, yang tidak lagi bersifat reaktif tetapi lebih preventif dan responsif. WHO (2022) mengingatkan pentingnya memperkuat fungsi kesehatan masyarakat dan kapasitas kesiapsiagaan dalam respons darurat dengan meningkatkan, membangun, memobilisasi, dan memantau kapasitas dan mekanisme pemantauan lonjakan (surge capacities) serta kapasitas profesional kesehatan masyarakat.
Kita tak boleh menunggu lonjakan kasus, tetapi harus menyiapkan strategi mitigasi risiko dalam sistem kesiapsiagaan nasional secara menyeluruh. Dan untuk itu, ada tiga kunci utama yang harus dihidupkan kembali dalam kerangka kebijakan kesiapsiagaan nasional yaitu partisipasi, inovasi, dan kolaborasi lintas sektoral.
Pertama, partisipasi seluruh komponen bangsa menjadi urat nadi dalam menggerakkan kewaspadaan nasional. Pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Seluruh elemen bangsa memiliki tanggung jawab bersama karena kesiapsiagaan nasional hanya akan efektif jika seluruh elemen bangsa ikut ambil bagian sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Sebagaimana dijelaskan Marston et al. (2020), partisipasi masyarakat sangat penting dalam respons kolektif terhadap Covid-19. Mulai dari kepatuhan terhadap protokol kesehatan, kebijakan pembatasan hingga voluntary action selama pandemi berlangsung.
Kedua, sejalan dengan upaya tersebut, berbagai inovasi di sektor kesehatan, informasi digital, hingga tata kelola logistik juga perlu diakselerasi. Menjaga keberlanjutan inovasi tersebut, termasuk memperkuat sistem surveillance kesehatan digital, layanan telemedisin, distribusi vaksin, serta integrasi antara layanan kesehatan publik dan swasta. Seluruh inovasi yang lahir perlu diberdayagunakan sebagai jalan untuk mempermudah dan membantu pelayanan publik.
Ketiga, pendekatan kolaborasi pentahelix perlu digerakkan bersama dalam rangka menyiapkan dan memobilisasi sumber daya nasional, memperkuat arus informasi yang kredibel dan mudah diakses, serta menghidupkan kembali kampanye protokol kesehatan dan gaya hidup sehat secara masif. Kolaborasi lintas sektor dapat memperkuat akselerasi kesiapsiagaan nasional, implementasi strategi kebijakan, dan mitigasi risiko secara terpadu dan berkelanjutan. Seluruh kekuatan dan sumber daya nasional harus dipadupadankan yang senafas dengan arah kebijakan pengendalian Covid-19.
Ketangguhan Kesehatan Nasional
Meski saat ini situasi sudah lebih tenang, tak berarti adopsi protokol kesehatan dasar dapat diabaikan begitu saja. Menggunakan masker dan menghindari kerumunan saat sakit dan tetap menjaga kebersihan tangan merupakan langkah sederhana yang perlu digaungkan kembali. Di samping itu, vaksinasi lanjutan (booster) dan aktivasi deteksi dini di lingkungan sosial perlu didorong lebih kuat. Dalam perspektif theory of planned behavior (Ajzen, 1991) dijelaskan bahwa adopsi suatu tindakan bergantung pada sikap dan keyakinan individu. Maka sikap, pandangan, dan persepsi seseorang sangat dipengaruhi oleh informasi yang diperoleh. Perlu upaya untuk memperkuat arus informasi dan edukasi publik secara masif tentang pentingnya protokol kesehatan.
Berbagai langkah ini sebagai upaya memperkuat pencegahan, kesiapsiagaan, deteksi, dan respons untuk membangun ketangguhan secara adaptif terhadap ancaman gelombang baru Covid-19. Dengan pendekatan ini, ketangguhan sistem kesehatan nasional terhadap krisis dapat diperkuat, sekaligus memastikan bahwa negara memiliki fondasi yang kokoh dalam menghadapi ancaman darurat kesehatan di masa mendatang.
Membangun ketagguhan kesehatan nasional tidak berada dalam ruang hampa. Dibutuhkan pendekatan yang mampu menghidupkan partisipasi publik secara luas, mengembangkan inovasi berkelanjutan, dan kolaborasi lintas sektoral sebagai kunci untuk memastikan bahwa lonjakan kasus di berbagai negara tidak menjalar menjadi krisis baru di tanah air. Pandemi telah memberikan pembelajaran berharga bagi bagsa Indonesia. Maka, jangan biarkan pengalaman mahal itu sia-sia.
Dr. Endang Tirtana
(lir/lir)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini