Eks Menlu Jerman Annalena Baerbock Jadi Presiden Majelis Umum PBB

1 day ago 12

Jakarta -

Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman, Annalena Baerbock, terpilih sebagai Presiden Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dalam pemungutan suara yang digelar pada Senin (02/06) di New York.

Baerbock memperoleh 167 suara dalam pemungutan suara tertutup, dan hasilnya diumumkan oleh Ketua Sidang Philemon Yang pada hari yang sama.

Baerbock merupakan satu-satunya kandidat dalam pemilihan ini. Ia mengatakan ingin menjadi "penengah yang jujur" bagi Majelis Umum PBB. Ia juga menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan yang telah diberikan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia akan dilantik pada 9 September, jelang pertemuan tahunan Majelis Umum PBB. Masa jabatannya sebagai presiden akan berlangsung selama satu tahun.

Baerbock menjadi perempuan kelima yang menjabat posisi ini sejak PBB didirikan hampir 80 tahun lalu, di mana sekitar 193 negara anggota PBB memiliki perwakilannya.

Baerbock: PBB harus diperbarui dan direformasi

Dalam wawancaranya dengan Jurnalis DW Ines Pohl di New York, Baerbock mengatakan ia berharap dapat mendorong sejumlah perubahan besar dalam peran barunya. Ia juga berbincang mengenai rencananya untuk mereformasi organisasi tersebut.

"Bersama-sama, kita bisa berhasil menjadikan PBB, organisasi yang siap menghadapi masa depan dan menjalankan fungsinya sesuai tujuan awal pendiriannya, yaitu menjaga keamanan, pembangunan, dan hak asasi manusia. Saat ini, kita berada dalam masa-masa yang penuh ketidakpastian, tatanan internasional dan sistem PBB berada di bawah tekanan besar, baik secara politik maupun finansial. Jadi, menjadikan organisasi ini benar-benar tangguh untuk menghadapi tantangan zaman sekarang, lebih sulit dibandingkan beberapa dekade sebelumnya," ungkap Baerbock.

Utusan Ukraina berharap Baerbock bisa bantu hentikan perang

Perwakilan Ukraina untuk PBB, Andrii Melnyk, mengatakan kepada DW bahwa ia berharap Presiden Majelis Umum PBB yang baru, Annalena Baerbock, dapat memerankan posisinya untuk membantu mengakhiri perang Ukraina.

"Rekam jejaknya sebagai Menlu Jerman, khususnya dalam mendukung Ukraina, membuat Jerman menjadi sekutu terbesar kedua Ukraina dalam perang ini," ujar Melnyk kepada DW.

"Saya yakin Annalena Baerbock akan berupaya menyatukan kekuatan-kekuatan demokratis, memperkuat PBB, dan membantu Ukraina mempertahankan kemerdekaannya."

Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

Rusia berulang kali memveto resolusi Dewan Keamanan PBB yang mengecam upaya aneksasi sebagian wilayah Ukraina. Namun, Melnyk optimis bahwa di bawah kepemimpinan Baerbock, Piagam PBB bisa ditegakkan.

"Kami percaya Majelis Umum PBB dapat memainkan peran penting, khususnya di momen bersejarah ini. Kami yakin Annalena Baerbock mampu mengonsolidasikan dukungan di lembaga demokratis yang begitu penting ini."

"Kami senang memiliki seorang presiden yang memahami pentingnya menjaga dan menegakkan Piagam PBB serta hukum internasional demi mengakhiri perang. Perang ini harus dihentikan berdasarkan prinsip Piagam PBB, yaitu integritas wilayah dan kedaulatan."

Kebijakan migrasi Jerman justru mendapat pukulan telak

Menteri Dalam Negeri Jerman, Alexander Dobrindt, pada Senin (02/06) malam menyatakan bahwa pemerintah akan tetap mempertahankan kebijakan migrasinya, meskipun Pengadilan Administratif Berlin memutuskan bahwa penolakan pencari suaka oleh polisi di perbatasan Jerman dianggap melanggar hukum, kecuali jika dilakukan berdasarkan prosedur Dublin Uni Eropa.

"Ini menunjukkan betapa tidak berfungsinya sistem suaka secara keseluruhan. Angkanya terlalu tinggi. Kami akan tetap menjalankan praktik kami," ujarnya kepada wartawan.

"Kami akan terus melakukan penolakan masuk," kata Dobrindt dalam sebuah pernyataan, seraya menambahkan, "Kami yakin memiliki dasar hukum untuk itu."

Dobrindt juga mengatakan bahwa Kementerian Dalam Negeri Jerman akan memberikan penjelasan yang lebih rinci terkait dasar hukum penolakan tersebut, sebagaimana yang diminta oleh pengadilan.

Kanselir Jerman Friedrich Merz sebelumnya telah berjanji untuk memperketat kebijakan migrasi. Tak lama setelah menjabat bulan lalu, pemerintah Merz menginstruksikan polisi bahwa mereka boleh menolak migran yang masuk secara tidak teratur di perbatasan, bahkan jika mereka mengajukan permohonan suaka.

Studi: 20% perempuan Jerman alami kekerasan seksual

Sementara itu, sebuah studi yang dirilis pada Senin (02/06) menunjukkan lebih dari satu dari lima perempuan di Jerman mengalami kekerasan seksual saat masih anak-anak.

Tingkat kasus ini "sangat mengkhawatirkan," kata Harald Dressing, psikiater yang menyusun studi tersebut untuk Institut Pusat Kesehatan Mental.

Diperkirakan hampir 21% perempuan berusia 18–59 tahun menjadi korban kekerasan seksual sebelum usia 18 tahun. Sebagai perbandingan, hanya 4,8% laki-laki yang mengalami hal serupa. Hampir 95% pelaku kekerasan adalah laki-laki.

"Kejahatan seksual terjadi di mana saja, bahkan di tempat yang seharusnya menjadi ruang aman bagi anak-anak dan orang tua," ujar Dressing.

Menurut para penulis studi, kekerasan seksual mencakup perilaku dengan atau tanpa kontak fisik, seperti pelecehan seksual, pemaksaan, pemerkosaan, serta perundungan seksual secara online atau "internet grooming".

Artikel ini terbit pertama kali dalam bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Khoirul Pertiwi

Editor: Melisa Lolindu

(nvc/nvc)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial