Bom khusus milik Amerika Serikat ramai dibahas. Bom itu disebut-sebut mampu menghancurkan fasilitas nuklir Iran yang terkubur jauh di bawah tanah.
Bom penghancur bunker itu disebut menjadi senjata pilihan Presiden Donald Trump, jika ia memutuskan untuk mendukung Israel secara militer dalam perang melawan Iran. Bom itu adalah GBU-57, hulu ledak seberat 30.000 pon (13.607 kg) yang mampu menembus 200 kaki (61 meter) di bawah tanah sebelum meledak. Bom yang sangat kuat ini tak ada dalam gudang senjata Israel.
Perang Israel Vs Iran dalam kurun waktu kurang dari satu minggu telah menewaskan para komandan militer Iran dan merusak banyak instalasi di darat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Stok rudal, peluncur, pangkalan militer, fasilitas produksi, ilmuwan nuklir, komando dan kendali militer rezim tersebut telah mengalami pukulan yang sangat keras," kata Behnam Ben Taleblu, direktur program Iran di lembaga pemikir Foundation for Defense of Democracies (FDD) yang berpusat di Washington, AS, sebuah kelompok yang condong ke konservatif.
"Namun, masih ada pertanyaan besar mengenai seberapa mujarab serangan Israel terhadap jantung program nuklir Iran," ujar Taleblu, seperti dilansir kantor berita AFP, Rabu (18/6/2025).
Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) melaporkan tidak ada kerusakan di Fordo, pabrik pengayaan uranium di selatan Teheran. Tidak seperti situs Natanz dan Isfahan di Iran tengah, Fordo berada jauh di bawah tanah, di luar jangkauan bom Israel.
"Semua mata akan tertuju pada Fordo," kata Taleblu.
Fordo adalah fasilitas pengayaan nuklir kedua Iran setelah fasilitas nuklir utama Natanz. Fasilitas Fordo dibangun di lereng gunung dekat Kota Qom, sekitar 95 kilometer di sebelah barat daya Teheran.
Pembangunannya diyakini telah dimulai sekitar tahun 2006. Fasilitas tersebut mulai beroperasi pada 2009 tahun yang sama ketika Teheran secara terbuka mengakui keberadaannya.
Selain terkubur sekitar 80 meter di bawah batu dan tanah, Fordo dilaporkan dilindungi oleh sistem rudal permukaan-ke-udara buatan Iran dan Rusia. Pada Maret 2023, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mendeteksi partikel uranium yang diperkaya hingga kemurnian 83,7%hampir setara dengan kadar uranium untuk membuat senjata nuklir di lokasi tersebut.
Purnawirawan letnan jenderal Angkatan Darat AS dan peneliti pertahanan Rand Corporation Mark Schwartz menyebut "hanya Amerika Serikat yang memiliki kapasitas konvensional" untuk menghancurkan tempat-tempat semacam itu. Dan yang dimaksud dengan "kapasitas konvensional" adalah bom GBU-57 non-nuklir.
Kemampuan Bom Khusus AS
Wujud bom AS. Foto: U.S. Air Force/AP Photo)
Disebut-sebut, bom Ini berbeda dari rudal yang biasanya meledakkan muatannya di dekat atau setelah terjadi benturan.
"Untuk mengalahkan target yang terkubur dalam ini, senjata ini perlu dirancang dengan selongsong baja yang agak tebal, baja yang dikeraskan, untuk menembus lapisan bebatuan ini," kata Masao Dahlgren, seorang peneliti yang bekerja pada pertahanan rudal untuk Center for Strategic and International Studies (CSIS), sebuah pusat penelitian yang berpusat di Washington.
Desain bom ini dimulai pada awal tahun 2000-an dan pesanan sebanyak 20 unit diberikan kepada Boeing pada tahun 2009. Dengan panjang enam meter, bom ini diyakini mampu menembus target sejauh 61 meter di bawah permukaan tanah. Beberapa bom dapat dijatuhkan secara berurutan sehingga dapat mengebor lebih dalam setiap terjadi ledakan.
Bom ini disebut lebih kuat daripada Massive Ordnance Air Blast (MOAB), senjata seberat 9.800 kg yang dikenal sebagai "Induk dari semua bom," yang digunakan dalam pertempuran di Afghanistan pada 2017.
"Angkatan Udara AS berupaya keras merancang senjata dengan ukuran yang hampir sama dengan MOAB, tetapi dengan muatan peledak di dalam wadah logam yang sangat keras. Hasilnya adalah GBU-57A/B Massive Ordnance Penetrator," kata Paul Rogers, profesor emeritus Studi Perdamaian di Universitas Bradford, UK.
Sejauh ini, AS belum memberikan akses penggunaan MOP kepada Israel.
Pesawat yang Pakai Bom GBU-57
Foto: AP/Planet Labs PBC
Dengan kemampuan jarak jauhnya, B-2 yang berangkat dari Amerika Serikat "mampu terbang jauh ke Timur Tengah untuk melakukan pengeboman. Itu sudah pernah dilakukan sebelumnya," kata Dahlgren.
Setiap pesawat B-2 dapat membawa dua bom GBU-57, dan Schwartz mengatakan beberapa bom kemungkinan akan dibutuhkan.
"Mereka tidak akan hanya menggunakan satu bom dan selesai," katanya.
Pesawat pengebom berat jarak jauh ini memiliki jangkauan sekitar 11.000 kilometer tanpa pengisian bahan bakar, dan hingga 18.500 kilometer dengan satu kali pengisian bahan bakar di udara. Cara ini yang memungkinkan pesawat itu mencapai hampir semua lokasi di dunia dalam hitungan jam, menurut Northrop Grumman.
Menurut produsennya, B-2 dapat membawa muatan seberat 18.000 kg. Namun, Angkatan Udara AS mengatakan telah berhasil menguji B-2 dengan membawa dua penghancur bunker GBU-57A/B dengan berat total sekitar 60.000 pon (27.200 kg).
Intervensi AS seperti itu akan membawa "banyak beban politik bagi Amerika," kata Taleblu. Dia menyebut bom penghancur bunker bukanlah satu-satunya cara untuk mengatasi program nuklir Iran.
Tanpa bom GBU-57, dan tanpa solusi diplomatik, Taleblu mengatakan Israel dapat menyerang akses ke fasilitas bawah tanah seperti Fordo dengan "mencoba menyerang pintu masuk, menghancurkan apa yang bisa mereka hancurkan, memutus aliran listrik dan mengambil tindakan lain seperti yang telah diambil di Natanz."
(idn/idn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini