Biang Kerok UMKM RI Babak Belur

2 days ago 19

Jakarta -

Beredar kabar di media sosial terkait fenomena omzet usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang menurun. Daya beli yang melemah disebut menjadi salah satu pemicu omzet UMKM merosot.

Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (Akumandiri) Hermawati Setyorinny mengakui UMKM tengah mengalami tren penurunan omzet. Hermawati menilai penjualan hingga omzet yang menurun telah terjadi sejak berbulan-bulan lalu. Hal ini terjadi lantaran daya beli masyarakat yang melemah hingga kebijakan efisiensi yang diterapkan pemerintah.

"Sebenarnya kan ini sudah dari bulan-bulan kemarin tuh UMKM memang pendapatannya turun ya. Ditambah dengan memang daya beli masyarakat turun karena memang pendapatannya stuck atau mungkin malah berkurang sehingga mereka harus mengencangkan ikat pinggang gitu loh," kata dia kepada detikcom, Senin (2/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia juga menyoroti produk-produk impor yang dijual murah di Indonesia. Beberapa produk impor yang dapat mengancam UMKM, seperti makanan kemasan, buah-buahan hingga perlengkapan rumah tangga.

Menurut dia, produk impor dibanderol dengan harga murah menjadi pemicu UMKM kalah saing. Hermawati menyebut penurunan omzet UMKM rata-rata hampir 50%.

"Ya kalau turunnya banyak banget. Misalnya ya pendapatan omsetnya Rp 100 ribu gitu ya. Itu mereka bisa hanya mendapatkan Rp 30 ribu," terang dia.

Senada, Sekretaris Jenderal Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Edy Misero, penurunan ini tak lepas dari daya beli yang melemah hingga kebijakan efisiensi yang diterapkan pemerintah.

Edy mengatakan setidaknya terjadi penurunan omzet UMKM telah berlangsung sejak era Presiden ke-7 Joko Widodo. Belum sempat pulih, kondisi tersebut semakin tertekan saat kebijakan efisiensi anggaran Presiden Prabowo Subianto diterapkan. Edy menerangkan terjadi penurunan omzet sekitar 20 hingga 25%.

"Terus kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Pak Prabowo ini tentang efisiensi yang menggetarkan banyak orang, hotel-hotel menjadi agak sepi. Biasanya mereka meeting, borong kami, sekarang tidak terjadi hal-hal seperti itu. Jadi memang terjadi penurunan. Let's say sekitar (turun) 20-25%," kata Edy kepada detikcom.

Menurut Edy, ada beberapa cara yang dapat dilakukan pemerintah untuk menggeliatkan kembali UMKM. Pertama, pemerintah harus merealisasikan janjinya sebesar 40% anggaran APBN serta APBD mengalir ke UMKM.

Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 7 Tahun 2021 tentang Kemudahan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Edy menilai kebijakan tersebut belum dapat dirasakan pelaku UMKM.

"40% belanja pemerintah ini kan sesuai aturan Peraturan yang dikeluarkan, berlakukan dong. Kita nggak minta uang gratis kok. Kami minta bahwa misalnya, peraturan yang memang sudah dikeluarkan untuk UMKM, belanja negara 40% itu diberlakukan sebagaimana adanya," terang Edy.

Selain itu, pemberian modal melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR) disebut sering kali ditolak. Untuk itu, Edy meminta agar penyaluran KUR bisa lebih mudah lagi.

Sektor UMKM yang Paling Lesu

Edy mengakui hampir semua lini bisnis UMKM mengalami penurunan. Kendati begitu, sektor-sektor makanan dan fesyen yang paling berdampak.

"Hampir semua. Fesyen pasti turun, kuliner juga menurun. Jadi semua aspek bisnis mengalami penurunan," imbuh Eddy.

Sementara, menurut Hermawati sektor yang paling terdampak, yakni makanan serta kuliner. Hal ini tak lepas dari gempuran produk impor yang masuk dalam negeri.

"Makanan kemasan. Kalau di mall, restoran itu yang buka kan misalnya yang nusantara cuma berapa dibandingkan yang produk, restoran-restoran Eropa atau Asia lainnya. Nah itu udah sekali kelihatan. Nah itu yang misalnya kayak kuliner banyak," jelas Hermawati.

Kemudian juga di sektor fesyen. Hermawati menilai produk-produk impor ilegal juga semakin marak di sektor tekstil. Bahkan dirinya sempat menemukan ada yang menjual baju seharga Rp 10-25 ribu.

"Kalau mau cari di Shopee atau di Tokopedia atau di Bukalapak, itu kan produk impor Kita sudah tahu itu produk impor. Nggak mungkin dong baju itu harganya Rp 10 ribu gitu. Aku kalau lihat tuh kan nyari untuk baju bayi cuman Rp 10 ribu Rp 15 ribu," tutur Hermawati.

Saksikan Live DetikPagi:

(acd/acd)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial