Jakarta -
Agresi Israel ke Iran tidak bisa disamakan seperti agresi Amerika ke Irak atau Libya. Iran ada di level yang lebih tinggi dan rumit.
Ketika Israel menamai serangan ke Iran sebagai Operation Rising Lion, saya bertanya-tanya singa apa yang terkait Israel atau Iran? Mestinya ada niatan politik yang bisa kita baca di situ.
Bagi bangsa Yahudi, simbol singa terdekat adalah Lion of Judah, simbol keperkasaan bangsa Yahudi. Namun Iran juga punya simbol singa yang agak terlupakan dunia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum Revolusi Iran 1979, bendera Iran ada simbol singa bawa pedang berlatar matahari, sebelum diganti kaligrafi Allah berwarna merah. Itu adalah simbol singa di masa Shah Iran Mohammad Reza Pahlavi. Nama emblemnya Lion and Sun.
Jadi, kita perlu memahami agresi Israel yang didukung Amerika Serikat, berniat mengembalikan Iran ke masa monarki. Hal ini senada dengan pidato PM Israel Benjamin Netanyahu yang mengklaim Operation Rising Lion ini untuk menyatukan rakyat Iran dengan bendera dan sejarahnya. Berdiri untuk kebebasan dari rezim yang mengekang, begitu kata Netanyahu.
Jejak historis upaya menumbangkan Iran
Dinasti Pahlavi adalah masa yang dirasakan paling indah bagi kekuatan Barat. Setelah CIA dan MI-6 mengkudeta PM Mohammed Mosaddeq tahun 1953 karena berani menasionalisasi perusahaan minyak Inggris di Iran menjadi perusahaan NIOC, pihak Barat kemudian leluasa menghisap kekayaan migas Iran lewat konsesi British Petroleum dengan NIOC tersebut.
Revolusi Iran 1979, mungkin adalah peristiwa politik di luar skenario Amerika dan sekutunya. Konsekuensi wajar sebenarnya, dari kekecewaan terhadap Shah Iran yang represif dan lebih mirip boneka Barat.
Amerika dan sekutunya tentu langsung bergerak saat itu. Seperti biasa dalam catatan sejarah, mereka meminjam tangan. Tangannya adalah Saddam Hussein yang saat itu masih baik hubungannya dengan AS. Perang Iran-Irak berlangsung 8 tahun (1980-1988) tanpa hasil yang konklusif. Iran berhasil bertahan sementara hubungan Saddam dengan Barat memburuk setelah langkahnya kemudian menginvasi Kuwait tahun 1990.
Agresi Israel hari ini haruslah dilihat sebagai babak baru dari usaha bertahap menumbangkan Iran pasca Perang Iran-Irak. Caranya adalah melumpuhkan terlebih dulu para tetangga Iran seperti kartu domino. Kuwait memang butuh perlindungan Amerika, Afghanistan diserang pasca 9/11, Irak dijatuhkan dengan tuduhan punya senjata pemusnah massal. Masih ada tetangga seperti Pakistan, Turkmenistan, Azerbaijan, Turki dan Armenia, yang mana Pakistan dan Turki adalah mitra strategis namun bukan sekutu Iran seperti Rusia dan China. Rusia dan China sampai saat ini hanya memantau dari jauh sambil sesekali mewanti-wanti Amerika.
Sekarang, Amerika meminjam tangan Israel untuk menggoyang Iran. Ketika Presiden AS Donald Trump begitu yakin dengan posisi pemimpin tertinggi Iran, kita perlu memahaminya bahwa penetrasi intelijen Mossad dan CIA sudah sejauh itu ke dalam lingkar kekuasaan di Iran.
Prediksi langkah Israel-AS
Masalahnya adalah bukan kapan menyerang pemimpin Iran, tampaknya Amerika dan sekutunya harus memikirkan siapa pengganti kekuasaan di sana. Dalam cawe-cawe Amerika cs mengobok-obok pemerintahan berdaulat, rumus mereka masih sama saja sejak era Perang Dingin.
Amerika cs akan menggandeng kelompok oposisi atau militer atau partai politik saingan penguasa atau tokoh kharismatis baru untuk bisa didorong menjadi pengganti pemerintahan (baca: boneka) di negara target. Selalu dan selalu meminjam tangan. Namun, adakah lawan politik di Iran yang bisa didorong maju oleh Amerika cs?
Di Iran, salah satu opsi yang penulis nilai akan menjadi pertimbangan Amerika-Israel adalah menjadikan Pangeran Mahkota Reza Pahlavi yang hidup dalam pengasingan menjadi pemimpin baru di Iran. Seperti nama operasinya Rising Lion, mengembalikan cap singa ke bendera Iran.
Nah di sinilah bedanya Iran dengan Libya, Irak dan Afghanistan yang dijatuhkan Amerika. Mendorong Pahlavi naik artinya mengubah Iran dari republik teokrasi kembali mundur menjadi monarki, seperti sebelum revolusi. Mengubah sistem pemerintahan, bukan cuma ganti pemimpin, tentu lebih rumit.
Selain itu, tentunya harus banjir propaganda yang disebar ke dunia bahwa rakyat Iran selama ini hidup dalam tekanan rezim. Masalahnya, apa iya rakyat Iran kecewa dengan pemerintahan sekarang?
Tentu pemerintahan Iran tidaklah sempurna. Kita ingat tahun 2022 ada tragedi tewasnya perempuan bernama Mahsa Amini saat ditahan polisi syariah gegara masalah hijab. Kejadian ini menimbulkan gelombang unjuk rasa anti pemerintah yang menewaskan ratusan orang. Apa ini cukup untuk jadi kartu yang dimainkan AS?
Sekarang, inilah momen ujian persatuan bangsa Iran. Elitnya akan digoda untuk membelot dari pemerintahan yang sah. Rakyatnya juga akan digoda untuk menentang pemerintah.
Potensi eskalasi dan dampak ke Indonesia
Perang Iran-Israel punya potensi meningkat eskalasinya jika Amerika Serikat terjun langsung membantu Israel. Dalam beberapa pernyataan, Netanyahu selalu memancing rasa khawatir Amerika. "Hari ini Tel Aviv, besok New York," begitu kan kata Netanyahu. Namun Rusia dan China langsung mewanti-wanti agar AS tidak terlibat langsung dalam perang kali ini. Jika Amerika ikutan latah berperang langsung dengan Iran, stabilitas kawasan se-Timur Tengah akan rontok.
Dampak langsung ke Indonesia untuk saat ini baru sebatas kita kebagian duel proxy-nya di media sosial. Karena Indonesia adalah negara mayoritas Muslim, saya menganalisa ada upaya membentuk, memecah dan memenangkan opini Israel di lini masa Tanah Air. Jangan heran kalau ada suara pro-Israel, memang ada yang organik, tapi banyak juga yang bot. Silakan cek akunnya, jika Anda merasa ada postingan yang aneh betul.
Kesalahannya di Indonesia adalah, isu Israel selama ini hampir ekslusif menjadi isunya kelompok muslim di Tanah Air. Kepedulian terhadap Palestina, Iran, dan korban Israel lainnya perlu dibawa dengan narasi kemanusiaan lintas kelompok, seperti yang kini berkembang di dunia.
Proyeksi akhir
Agak sulit mempercayai kalau perang Iran-Israel adalah soal potensi senjata nuklir. Yang lebih masuk akal dan terbukti dalam sejarah adalah nafsu ingin menikmati hasil migas Iran, seperti pernah dilakukan Barat sebelum Revolusi Iran.
Jika Iran takluk, Amerika-Israel akan mengamankan jalur minyak dan pipa gas yang hiper strategis di Iran dari Danau Laut Kaspia sampai Teluk Persia, dari Turkmenistan sampai Turki. Iran di tengah jalur migas Eropa, Asia dan Timur Tengah. Iran adalah kunci!
Ian Bremmer, pakar politik Amerika dan pendiri Eurasia Group menganalisa pemerintahan Iran akan jatuh, tapi negaranya tidak bubar. Hanya ganti pucuk kepemimpinan (yang lebih sesuai maunya Barat). Apakah prediksi Bremmer akan jadi nyata?
Hasil akhir sesungguhnya nanti akan bergantung kepada rakyat Iran. Ketika negaranya mendapatkan ancaman dari luar, apa mereka bisa kuat bersatu di masa yang genting ini? Korban jiwa akan berjatuhan, namun mestinya mereka tidak gentar. Menjadi martir adalah sebuah kehormatan bagi bangsa Iran. Atau... apakah Iran akan menyerah dan larut dalam pergantian kekuasaan yang disetir Barat.
Iran adalah pewaris bangsa Persia. Dari sejak Cyrus yang Agung sampai Iskandar Zulkarnain. Dari masa Kekhalifahan Islam dan Golden Age sampai era Raja Nader Shah. Dari Shah Iran Mohammad Reza Pahlavi sampai Ayatullah Khomeini. Dari Perang Iran-Irak sampai agresi Israel hari ini.
Selama ribuan tahun mereka bertahan dari ujian zaman. Yang kita lihat sebagai teror dari Amerika-Israel, mungkin adalah hari Senin biasa buat bangsa Iran. Bertahanlah Iran!
Fitraya Ramadhanny - Redaktur Pelaksana di detikcom, tulisan ini pendapat pribadi dan tidak mewakili institusi tempat penulis bernaung.
(imk/imk)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini