Bangun Fasilitas Baru, Korea Utara Isyaratkan Ekspansi Nuklir?

7 hours ago 2

Jakarta -

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengungkapkan, pihaknya tengah mengamati pembangunan sebuah fasilitas baru di kompleks nuklir Yongbyon, Korea Utara.

Dalam pernyataan yang dirilis pekan lalu, Direktur Jenderal IAEA Rafael Grossi mengatakan lembaganya aktif "memantau pembangunan sebuah gedung baru di Yongbyon yang memiliki ukuran dan fitur serupa dengan fasilitas pengayaan di Kangson."

Grossi menegaskan bahwa "fasilitas pengayaan uranium yang tidak diumumkan" di Korea Utara "sangat mengkhawatirkan." Dan menambahkan, "kelanjutan dan pengembangan lebih lanjut dari program nuklir Korea Utara jelas melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB dan sangat disesalkan."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

'Paranoia akan kelangsungan rezim'

Para analis menyebut, meski Korea Utara telah memiliki kemampuan pencegahan nuklir, diktatur Kim Jong Un meyakini kepemilikan bom atom sebagai jaminan bagi kelangsungan rezimnya.

"Korea Utara sejak lama paranoid mengenai kelangsungan rezimnya," kata Erwin Tan, profesor politik keamanan di Hankuk University of Foreign Studies, Seoul.

Menurut Tan, Kim mewarisi keyakinan dari ayahnya Kim Jong Il bahwa memiliki persenjataan nuklir operasional berfungsi sebagai "polis asuransi."

Dia menambahkan, "situasi saat ini juga memberikan semacam 'jendela peluang' bagi Korea Utara untuk mengembangkan persenjataan nuklir operasional, berkat keluguan kebijakan pemerintahan Donald Trump dan kurangnya visi geostrategis kala itu."

Analisis citra satelit yang dipublikasikan 13 Juni lalu oleh 38 North, publikasi milik lembaga kajian Stimson Center di Washington, mendukung temuan IAEA. Disebutkan bahwa fasilitas yang tengah dibangun itu berukuran panjang 120 meter dan lebar 47 meter, hampir identik dengan fasilitas di Kangson yang dirancang untuk menampung sentrifugal berkecepatan tinggi.

Selain itu, pembangunan fasilitas penyimpanan limbah radioaktif bawah tanah juga terdeteksi di kawasan tersebut.

Kapasitas nuklir yang bertambah

Temuan ini bertepatan dengan laporan yang dirilis Senin lalu oleh Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), yang meneliti kondisi persenjataan nuklir dunia.

SIPRI memperkirakan, per Januari tahun ini, Korea Utara telah merakit sekitar 50 hulu ledak nuklir dan memiliki cukup bahan fisil untuk memproduksi hingga 90 hulu ledak. Laporan itu juga menyebutkan bahwa persediaan senjata nuklir Korea Utara diperkirakan akan terus bertambah dalam beberapa tahun mendatang.

Andrei Lankov, profesor sejarah dan hubungan internasional di Universitas Kookmin, Seoul, menyebut Korea Utara kini berada di salah satu dari dua jalur perkembangan, yang satu lebih optimistis bagi stabilitas kawasan, yang lain justru pesimistis.

"Satu dekade lalu, Korea Utara sudah mencapai kemampuan teknis untuk mengerahkan hulu ledak nuklir dan ICBM (rudal balistik antarbenua) untuk mengirimkannya," ujarnya. "Namun mereka tidak berhenti di situ dan kini sudah sampai pada tahap di mana mereka bisa mengirimkan hulu ledak ke mana saja di dunia."

Menurut Lankov, skenario yang tersirat adalah Korea Utara akan mengancam untuk menyerang kota-kota AS jika Washington mencoba menggagalkan invasi ke Korea Selatan. Korea Utara juga bisa menggunakan senjata nuklir taktis di medan perang untuk "mengimbangi keunggulan besar Korea Selatan dalam sistem persenjataan konvensional."

"Akibatnya, kemenangan Korea Utara atas jiran di Selatan sangat mungkin terjadi," tambahnya.

Namun, Lankov juga melihat kemungkinan lain yang lebih optimistis. Keterbukaan Pyongyang dalam membangun fasilitas baru di Yongbyon itu, menurutnya, bisa dipahami sebagai isyarat diplomatik.

"Ini bisa jadi pertanda positif bahwa mereka membangun fasilitas ini dengan sepenuhnya sadar bahwa dunia akan melihatnya, sebuah sinyal bahwa Pyongyang ingin bernegosiasi," katanya.

Ancaman proliferasi regional

Profesor Tan mencatat bahwa aliansi keamanan Kim Jong Un dengan Presiden Rusia Vladimir Putin memberi Korea Utara kekuatan tambahan untuk melawan tekanan internasional, meskipun hubungan kedua negara juga diwarnai ketegangan.

"Rusia, Korea Utara, bahkan Cina, memang saling tidak percaya dan tidak saling menyukai, namun mereka memiliki kepentingan bersama untuk melawan AS," ujarnya.

Tan juga menambahkan bahwa Kim tampaknya memperhitungkan bahwa dirinya bisa "menunggangi kerja sama dengan Putin" untuk mendapatkan perlindungan militer Rusia dalam mengembangkan lebih jauh arsenal nuklirnya.

Situasi ini sekali lagi memunculkan kekhawatiran akan potensi proliferasi senjata nuklir di Asia Timur Laut, termasuk kemungkinan Korea Selatan mengembangkan kemampuan nuklirnya sendiri.

"Menjelang akhir masa jabatan pertama Trump, sempat muncul perdebatan di Korea Selatan mengenai kebutuhan akan senjata nuklir independen, meskipun aspirasi itu tidak terealisasi," ujar Tan.

"Namun kesan saya, walaupun publik Korea Selatan mungkin secara spontan mendukung gagasan memiliki senjata nuklir, antusiasme itu cenderung mereda ketika mereka menyadari konsekuensi berupa kenaikan pajak dan belanja pertahanan, serta dampak negatif bagi reputasi internasional Korea Selatan," tutupnya.

Artikel ini pertama kali terbit dalam Bahasa Inggris

Diadaptasi oleh Rizki Nugraha

Editor: Yuniman Farid

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial