Asia Tenggara Mulai Melirik Industri Pertahanan Jerman

1 week ago 14

Jakarta -

Pada bulan ini, Jerman dan Filipina sepakat untuk memperkuat kerja sama pertahanan dan menambah aktivitas bersama. Kerja sama tersebut termasuk pengadaan kembali senjata. Sejumlah negara Asia Tenggara tengah semakin melirik Eropa untuk memperluas jaringan kerja sama keamanan mereka di luar mitra lama, seperti Amerika Serikat dan Rusia.

Kerja sama baru ini mencakup bidang keamanan siber, persenjataan, logistik, hingga misi penjaga perdamaian. Kesepakatan ini ditandatangani oleh Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro dan Menteri Pertahanan Jerman Boris Pistorius di Berlin, Jerman.

Filipina, yang merupakan sekutu perjanjian Amerika Serikat, dalam 12 bulan terakhir telah menandatangani berbagai perjanjian pertahanan baru, termasuk dengan Selandia Baru pada bulan lalu. Tahun ini, Filipina juga menargetkan menandatangani kesepakatan serupa dengan Kanada.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pada Desember lalu, Manila menjalin perjanjian akses timbal balik dengan Jepang. Dalam waktu dekat, Manila juga akan memulai negosiasi dengan Prancis untuk perjanjian kunjungan militer yang memungkinkan tentara Prancis ditempatkan di pangkalan militer Filipina, seperti yang telah dilakukan oleh AS.

Filipina dan sejumlah negara Asia Tenggara lainnya menuding kapal-kapal Cina melakukan tindakan agresif di wilayah yang disengketakan di Laut Cina Selatan (LCS). Di sisi lain, muncul keraguan baru terhadap komitmen kerja sama keamanan AS, terutama di bawah kepemimpinan Donald Trump.

Pada 2016, atas gugatan yang diinisiasi Filipina, Pengadilan Arbitrase Permanen di Den Haag menyatakan klaim Cina atas LCS tidak memiliki dasar hukum. Namun, Cina menolak hasil putusan tersebut.

Sementara di 2024, Jerman mengirim dua kapal perang ke kawasan Indo-Pasifik, sebagai bentuk komitmen terhadap kebebasan navigasi di wilayah tersebut.

Pada Februari, Jerman dan Turki diterima sebagai negara pengamat dalam Pertemuan Menteri Pertahanan ASEAN (ADMM), yang merupakan forum pertahanan paling penting di kawasan Asia Tenggara.

Selain kerja sama pertahanan, negara-negara Asia Tenggara juga mulai merambah sumber pembelian senjata. Hal ini membuat negara-negara Eropa saling bersaing mendapatkan kontrak dari Asia Tenggara.

Tahun lalu, Filipina mengesahkan program modernisasi militer senilai $35 miliar (sekitar Rp560 triliun), termasuk rencana membeli kapal selam untuk pertama kalinya. Menyambut hal tersebut, sejumlah perusahaan telah mengajukan penawaran, seperti Hanwha Ocean dari Korea Selatan, Naval Group dari Prancis, Navantia dari Spanyol, dan konsorsium antara Fincantieri dari Italia dan ThyssenKrupp Marine Systems dari Jerman.

Pada awal bulan Mei, ThyssenKrupp Marine Systems, sebuah perusahaan pembuat kapal asal Jerman, menandatangani kontrak baru dengan Singapura untuk membangun dua kapal selam tambahan tipe 218SG.

Asia Tenggara tengah gencar belanja senjata

Pada 2024, Jerman mengekspor empat helikopter EC-145 dan empat mesin kapal 11001-15000 ke Indonesia. Di tahun yang sama, Jerman juga menjual rudal jarak jauh IRIS-T ke Thailand.

Menurut Kementerian Ekonomi Jerman, nilai ekspor senjata ke Singapura mencapai €1,2 miliar (sekitar Rp21 triliun) di 2023.

Negara Asia Tenggara lainnya seperti Vietnam dan Indonesia juga tengah mempertimbangkan pembelian senjata dari Eropa, khususnya Prancis.

Presiden Prancis Emmanuel Macron dijadwalkan mengunjungi Vietnam pada 25 Mei sebagai bagian dari tur Asia Tenggara, dilanjutkan kunjungan ke Indonesia dan Singapura. Di Singapura, Macron akan menyampaikan pidato utama dalam forum keamanan Shangri-La Dialogue.

Awal bulan ini, prajurit Indonesia tiba di Italia untuk latihan menggunakan dua kapal fregat canggih berbobot 6.000 ton. Kapal pertama dijadwalkan tiba di Indonesia pada Juni.

"Tren menjalin banyak aliansi kini semakin berkembang karena dianggap lebih cocok dengan kondisi geopolitik dunia yang dinamis," kata Alexander Vuving, profesor di Daniel K. Inouye Asia-Pacific Center for Security Studies, Honolulu, kepada DW.

"Bagi negara-negara Asia Tenggara yang terjepit di tengah persaingan AS dan Cina, kekuatan Eropa seperti Jerman, Prancis, dan Inggris bisa jadi alternatif menarik," lanjutnya.

"Kalau negara-negara Eropa mampu menyesuaikan diri dengan tantangan dalam hubungan mereka dengan Rusia dan AS, mereka bisa menjadi pemasok senjata yang penting di kawasan ini."

Ian Storey, peneliti senior di ISEAS-Yusof Ishak Institute di Singapura, menyampaikan kepada DW bahwa negara-negara Eropa "memiliki peluang besar" untuk meningkatkan penjualan senjata mereka di Asia Tenggara, terutama karena ekspor senjata Rusia merosot tajam.

Menurut Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), ekspor senjata Rusia anjlok hingga 64% sejak invasi besar-besaran ke Ukraina pada 2022.

Vietnam, yang sebelumnya hampir seluruh impor senjatanya berasal dari Rusia, sudah aktif mencari pemasok alternatif karena dampak sanksi Barat terhadap Rusia sejak 2022.

Kapasitas industri pertahanan Jerman jadi ganjalan

Namun, Storey juga mengatakan perusahaan senjata Eropa akan menghadapi "persaingan ketat" dari pemasok lama seperti AS, dan pendatang baru seperti Korea Selatan dan Turki. "Khususnya Korea Selatan, saat ini sedang naik daun di Asia Tenggara," ujarnya.

Pada 2023, Korea Selatan masuk daftar 10 besar eksportir senjata dunia dan menargetkan menjadi eksportir senjata terbesar keempat dunia pada 2027.

Kepada DW, Zachary Abuza, profesor di National War College Washington mengatakan tantangan terbesar Jerman bukan pada permintaan global, tapi pada kapasitas industri pertahanan.

Dengan adanya ancaman Rusia di Eropa, perang Ukraina yang belum juga usai, dan lemahnya komitmen pemerintahan Trump terhadap keamanan Eropa, "saya tidak melihat basis industri pertahanan Jerman akan menjadi lebih dari pemain kecil di pasar senjata Asia Tenggara," katanya.

Abuza menambahkan, senjata ringan seperti senapan mesin buatan Heckler & Koch mungkin bisa jadi pengecualian, tapi secara umum industri pertahanan Jerman "sedang menghadapi banyak kekurangan bahkan di Eropa. Saya tidak melihat ada kapasitas berlebih," tutupnya.

Artikel ini pertama kali terbit dalam bahasa Jerman

Diadaptasi oleh Tezar Aditya Rahman

Editor: Rahka Susanto

(ita/ita)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial