Ahli Sebut Jokowi Harus Dihadirkan Jadi Saksi di Sidang Tom Lembong

2 months ago 44

Jakarta -

Ahli hukum administrasi negara dari Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Wiryawan Chandra, berpendapat Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) seharusnya dihadirkan dalam sidang kasus dugaan korupsi importasi gula. Wiryawan mengatakan kehadiran Jokowi untuk membuat jelas soal pemberi tugas kegiatan importasi gula.

Hal itu disampaikan Wiryawan Chandra saat bersaksi secara virtual untuk terdakwa mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (23/6/2025). Kuasa hukum Tom, Zaid Mushafi, awalnya menyinggung soal nama Jokowi yang disebut memberikan arahan ke Induk Koperasi Kepolisian Negara Republik Indonesia (INKOPPOL) terkait pemenuhan stok gula.

"Fakta persidangan salah satu keterangan saksi menyatakan bahwa dari INKOPPOL itu ada arahan dari Presiden pak, untuk membantu proses pemenuhan gula, pembentukan stok gula untuk masyarakat karena stok menipis, harga melonjak. Ada lah terbit perintah Presiden pak. Pertanyaan saya pak, apakah Menteri bisa pak melawan perinta Presiden pak?" tanya Zaid.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Presiden saat itu Pak, 2015/2016 pak," imbuh Zaid.

Wiryawan lalu memberikan pandangannya. Wiryawan menilai Jokowi seharusnya dihadirkan di sidang agar posisi pemberi dan penerima tugas dalam kegiatan pemenuhan stok gula ini menjadi jelas dan objektif.

"Kalau memang ada arahan Presiden dan Menteri melaksanakan tugas, perintah arahan Presiden. Maka sebaiknya ada bukti, bahwa memang Presiden membuat arahan, apakah mungkin ada nota dinas dan seterusnya. Kalau tidak, sebaiknya Presiden dihadirkan pak, untuk memberikan keterangan di sini bahwa memang dia memberikan arahan. Itu lebih clear, lebih objektif dan juga nanti akan jelas pertanggung jawabannya. Demikian pak," jawab Wiryawan.

Wiryawan menilai harus ada bukti jika Jokowi benar memberikan arahan untuk melakukan pemenuhan stok gula tersebut. Menurutnya, Jokowi sebagai kepala pemerintahan bertanggung jawab terhadap setiap penugasan yang diberikan ke jajaran menterinya.

"Dalam hal perintah Presiden sudah dilaksanakan, dan tujuan dari perintah Presiden tercapai Pak. Stok gula nasional terpenuhi, harga turun drastis, masyarakat bisa menerima dan membeli dengan harga murah dengan stok yang berlimpah ada Pak. Pertanyaan selanjutnya Pak, ketika ini dipermaslahkan pak, tolong jawab jujur pak, siapa yang bertanggung jawab?" tanya Zaid.

"Seorang pejabat apalagi dia seorang pimpinan pemerintahan, Presiden, dia bertanggung jawab atas setiap tindakan maupun perintah yang dilakukan. Seorang pejabat, pimpinan yanh baik dia tentu akan bertanggung jawab atas penugasan yang dilakukan. Nah kalau seorang bawahan, Menteri misalnya, sudah melaksanakan perintah dan tercapai tujuan," ujar Wiryawan.

"Maka di sini, tentu saja Menteri ini kan memberikan kontribusi pada prestasi pemerintahan. Nah, dalam konteks seperti ini, Presiden tetap dalam lingkup yang harus bertanggung jawab sebagai kepala pemerintahhan, sebagai satu-satunya pemimpin pemerintahan, di dalam sistem presidential kita ini. Demikian pak," lanjut Wiryawan.

Zaid juga menanyakan pandangan Wiryawan jika perintah yang sudah diberikan dipermasalahkan 10 tahun kemudian. Wiryawan menilai Menteri merupakan penanggung jawab sekunder dan Presiden merupakan penanggung jawab primer dalam setiap penugasan yang diberikan.

"Ketika ada seorang Menteri Pak, setelah melaksanakan perintah Presiden, perintahnya berhasil, harga gula teratasi, stok gula teratasi, 10 tahun kemudian dia dipermasalahkan secara pidana, apa sudut pandang hukum administrasi negara pak terhadap kondisi tersebut pak? Apakah ini yang dimaksud kriminalisasi atau seperti apa pak?" tanya Zaid.

"Jadi begini, dalam hukum administrasi, seseorang yang melaksanakan perintah, dia tidak bertanggung jawab secara mandiri," kata Wiryawan.

"Maka pertanggung jawaban utama dari perintah itu adalah si pemberi perintah, si penerima perintah dan melaksanakan dalam batas yang ditentukan dalam pra pelaksanaan tugas itu, dia hanya bertanggung jawab secara sekunder. Si pertanggung jawab primer adalah pemberi perintah. Maka untuk clearnya sebenernya pemberi perintah dihadirkan Pak," imbuh Wiryawan.

Sebelumnya, jaksa mengungkap keterlibatan Tom Lembong dalam kasus dugaan impor gula yang merugikan negara Rp 578 miliar. Tom Lembong disebut menyetujui impor gula tanpa melalui rapat koordinasi dengan lembaga terkait.

Tom Lembong pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

(mib/ygs)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial