Jakarta, CNN Indonesia --
Tren obat penekan nafsu makan atau skinny jabs yang melonjak di Inggris membuat banyak orang makan jauh lebih sedikit, termasuk pelanggan restoran fine dining.
Chef peraih tiga bintang Michelin, Heston Blumenthal menjadi salah satu tokoh kuliner yang langsung menyesuaikan diri.
Berikut lima perubahan besar yang ia lakukan untuk menjawab tren baru tersebut, menukil AFP:
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Blumenthal merancang menu baru versi mini dari rangkaian hidangan The Fat Duck. Jika 'The Journey' dihargai £350 atau setara Rp7,8 juta per porsi, versi baru 'Mindful Experience' hadir dengan harga £275 atau setara Rp 6,2 juta dan porsi lebih ramping.
Tujuannya memberi pengalaman kuliner penuh tanpa membuat pelanggan kewalahan karena cepat kenyang akibat skinny jabs.
2. Mengajak pelanggan makan perlahan dan lebih sadar
Konsep menu baru ini mendorong pelanggan menikmati makanan secara lebih mindful. Porsi kecil memungkinkan mereka meresapi rasa, aroma, dan tekstur secara perlahan, tanpa tekanan untuk menghabiskan porsi besar.
3. Menyempurnakan hidangan ikonik dalam bentuk mini
Blumenthal tidak sekadar mengecilkan porsi. Ia merancang ulang hidangan legendarinya, seperti 'Nitro-poached aperitif' dan 'Beside the Sea' agar tetap memberikan kejutan khas Fat Duck, lengkap dengan mousse nitrogen cair dan suara debur ombak dari headphone.
4. Mengantisipasi dampak bisnis akibat pelanggan yang makan lebih sedikit
Setelah merasakan sendiri efek obat GLP-1 yang membuatnya turun 20 kilogram, Blumenthal menyadari tren ini dapat mengurangi konsumsi pelanggan di restoran. Alih-alih panik, ia memilih berinovasi, menjadikan tren ini sebagai peluang kreatif.
Dampaknya meluas. Chef Atul Kochhar juga mulai menawarkan porsi kecil setelah banyak pelanggan mengaku tak lagi mampu menghabiskan porsi reguler. Tren skinny jabs seolah memaksa industri kuliner melakukan penyesuaian besar-besaran.
(tis/tis)

10 hours ago
3


























