Zulhas Ingin Kaji Ulang Bansos, Tak Mau Masyarakat Tergantung

4 hours ago 4

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan ingin mengkaji kembali kebijakan bantuan sosial (bansos) yang dinilai sudah terlalu lama menjadi ketergantungan masyarakat.

Pria yang akrab disapa Zulhas ini menilai kemajuan bangsa tidak bisa dicapai hanya dengan pemberian bantuan, melainkan harus bertumpu pada produktivitas rakyatnya.

"Karena kami meyakini negara itu akan maju, bangsa itu akan maju kalau dia produktif. Tidak mungkin bangsa itu maju kalau tidak produktif rakyatnya. Kami bukan tidak setuju bantuan sosial, tentu itu bagus. Tapi kalau bantuan sosial orang susah kasih beras, orang susah kasih uang berpuluh-puluh tahun, saya kira itu kita mesti kaji," ujar Zulhas dalam Festival Ekonomi dan Keuangan Digital Indonesia & Indonesia Fintech Summit & Expo 2025 (FEKDI x IFSE) di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (1/11).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, meski Indonesia telah mengalami kemajuan sejak masa reformasi, laju pertumbuhannya masih tertinggal dibandingkan dengan sejumlah negara lain di kawasan. Ia menyinggung pada 1980-an, posisi ekonomi Indonesia sempat lebih tinggi dibanding China.

"Nah, selama 28 tahun kita reformasi ini, memang kita maju, kita dibanding 28 tahun yang lalu Indonesia maju. Tapi dibanding teman-teman kita yang lain, negara-negara yang lain, pada saat bersamaan kita jauh tertinggal. Tahun 80-an dibanding dengan China, GDP kita lebih tinggi," ujarnya.

Zulhas mengingatkan di masa lalu, Indonesia pernah mencapai pertumbuhan ekonomi rata-rata 7,5 persen selama bertahun-tahun, disertai dengan kemajuan industri strategis seperti pesawat terbang, baja, petrokimia, hingga satelit Palapa.

Karena itu, menurutnya, target pertumbuhan 7-8 persen bukanlah hal yang mustahil.

"Jadi kalau kita punya target pertumbuhan 7-8 persen, dikatakan mustahil, kita pernah mengalami puluhan tahun. Sekarang jangankan dibanding dengan China, apalagi China dan Korea Selatan, dengan Malaysia saja kita sudah kalah. Malaysia sekarang income per capita US$12 ribu, Thailand hampir US$8 ribu, kita masih US$4 ribu lebih," ujarnya.

Zulhas menilai salah satu penyebab ketertinggalan Indonesia adalah rendahnya produktivitas sektor pangan dan pertanian. Ia menyebut meski memiliki wilayah luas dan jumlah penduduk besar, Indonesia masih bergantung pada impor sejumlah komoditas pokok.

"Tadi saya bicara sama Gubernur BI (Perry Warjiyo), pangan kita penduduk lebih banyak, negara kita jauh lebih luas, tapi kita impor beras tahun lalu hampir setengah juta (ton), kita impor gula 6 juta (ton), kita impor gandum 13 juta (ton). Kita impor kedelai 3 juta (ton), kita impor garam 3 juta lebih, ton. Kita impor jagung 2,8 juta (ton). Penduduk lebih banyak, tanah lebih luas, kalah sama Thailand," tuturnya.

Ia kemudian mencontohkan bagaimana efisiensi di negara lain, seperti Thailand, bisa menghasilkan biaya produksi yang jauh lebih rendah meski memiliki kondisi alam serupa.

"Thailand tanam tebu, tanahnya sama, airnya sama, tanahnya sama ciptaan Tuhan, airnya ciptaan Tuhan. Tanah Tuhan yang kasih air, tanah Tuhan yang kasih. Tapi mereka tanam tebu, ongkos 1 kilogram Rp3.000. Kita tanam tebu, ongkos 1 kilogram Rp10 ribu," ujarnya.

Ia pun menyampaikan optimismenya terhadap kebijakan yang akan lahir di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto yang menurutnya berpotensi membawa perubahan mendasar dalam pengelolaan pangan dan produktivitas nasional.

"Nah, oleh karena itu, saya rasa sekalian, maka di bawah kepimpinan Pak Prabowo lahirlah kebijakan-kebijakan baru yang mendasar dan berdampak luas. Karena skalanya besar sekali," ujar Zulhas.

[Gambas:Video CNN]

(del/sfr)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial