RI Rawan Gempa, Ahli Ingatkan Tak Dirikan Bangunan di Atas Sesar Aktif

1 hour ago 1

Jakarta, CNN Indonesia --

Pakar mengingatkan agar seluruh pihak untuk tidak membangun infrastruktur di atas sesar aktif pemicu gempa bumi dahsyat. Hal ini untuk mengurangi risiko korban jiwa akibat gempa yang sering mengguncang Tanah Air.

Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB Masyhur Irsyam mengatakan Indonesia berada di pertemuan empat lempeng tektonik aktif, Lempeng Asia, Australia, Pasifik, dan Filipina.Kondisi ini membuat Indonesia menjadi salah satu negara dengan tingkat kerawanan gempa tertinggi di dunia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengingat sifat gempa yang tak bisa diprediksi, Masyhur mengatakan strategi utama untuk mengurangi risiko korban jiwa adalah dengan tidak mendirikan bangunan di atas sesar aktif.

"Pertama kita harus menghindari membangun di atas sesar aktif, kemudian jangan menantang tsunami, jangan menantang longsoran besar, dan menghindari likuefaksi yang berkaitan dengan daerah berpasir jenuh air," kata Masyhur dalam forum 'Gempa Merusak dan Upaya Mewujudkan Bangunan Tahan Gempa dengan Teknologi Seismic Base Isolation di Indonesia' di Jakarta, Rabu (10/12).

"Setelah bahaya-bahaya utama itu dihindari, barulah risiko bangunan bisa ditekan dan konstruksi dibuat tahan guncangan," lanjut dia.

Ia kemudian mencontohkan kerusakan bangunan akibat gempa besar, mulai dari Aceh, Yogyakarta, Padang, hingga Pidie. Kerusakan terjadi akibat percepatan tanah yang diteruskan ke struktur bangunan.

"Sesuai hukum Newton, percepatan menghasilkan gaya besar pada bangunan. Massanya besar, percepatannya besar, guncangannya tentu besar," kata dia.

Ia juga menyoroti banyaknya praktik konstruksi buruk, seperti temuan kolom beton yang diisi paralon alih-alih tulangan baja.

Guru Besar Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan ITB lainnya, Iswandi Imran, menambahkan bahwa dalam desain bangunan tahan gempa, beban lateral dari gempa jauh lebih besar dibandingkan beban angin atau beban lateral lain. Jika seluruh struktur didesain tetap elastis saat diguncang, ukuran elemen bangunan akan menjadi sangat masif dan tidak ekonomis.

Oleh sebab itu, Indonesia mengadopsi pendekatan yang diatur dalam SNI 1726:2019 tentang 'Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non-Gedung', dengan mereduksi beban lateral gempa. Metode konvensional yang umum digunakan mengizinkan struktur berperilaku inelastik ketika diguncang gempa kuat.

"Artinya, bangunan akan mengalami kerusakan jika terkena gempa rencana atau gempa yang lebih besar, namun meskipun boleh rusak, struktur tidak boleh runtuh," kata Iswandi.

Ia menjelaskan bahwa bangunan perlu dirancang tetap elastis ketika menghadapi gempa kecil atau sering, misalnya dengan periode ulang 50 tahunan. Namun terhadap gempa besar seperti MCE (Maximum Considered Earthquake) atau gempa periode ulang 2.500 tahunan, struktur dipastikan akan mengalami deformasi di luar batas elastisnya, karena itu, elemen-elemen struktur harus memiliki daktilitas tinggi.

"Struktur harus mampu mengalami deformasi besar tanpa kolaps. Dengan begitu, bangunan tetap bisa bertahan meskipun gempanya lebih besar dari kapasitas struktur," ujar dia.

Para pakar sepakat bahwa penerapan konstruksi sesuai standar, pengawasan ketat, dan edukasi publik sangat penting agar kerusakan fatal akibat gempa dapat ditekan semaksimal mungkin.

(wpj/dmi)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial