Pakar Soal 3 Tahun UU Data Pribadi: Tak Memiliki Kejelasan Operasional

9 hours ago 3

Jakarta, CNN Indonesia --

Chairman Lembaga Riset Keamanan Siber CISSReC Pratama Persadha menyoroti Undang-undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) yang telah 3 tahun disahkan dengan mendorong implementasi penuh, mulai dari pembentukan lembaga atau badan PDP hingga Peraturan Pemerintah sebagai kebijakan turunan.

"Tanpa pelaksanaan yang konkret dan institusi pelaksana yang kuat, regulasi ini akan kehilangan maknanya. Urgensi implementasi UU PDP saat ini tidak bisa lagi ditunda," ujar Pratama dalam keterangan yang diterima CNNIndonesia.com, Senin (20/10).

"Tanpa Badan PDP dan PP PDP, mekanisme penegakan hukum, tata kelola data, serta standar kepatuhan tidak memiliki kejelasan operasional. Akibatnya, regulasi yang seharusnya memberikan rasa aman justru masih menjadi simbol tanpa daya eksekusi," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pratama mengatakan bahwa UU PDP telah satu tahun berlalu sejak berakhirnya masa transisi dan 2 tahun sejak resmi diundangkan, tetapi implementasinya masih jauh dari harapan publik.

Dalam konteks dunia digital yang dibayangi ancaman terhadap privasi individu, katanya, UU PDP merupakan tonggak penting bagi Indonesia untuk menegakkan kedaulatan data dan melindungi hak warga negara atas informasi pribadinya.

Dalam satu tahun terakhir, Pratama mengatakan masyarakat Indonesia terus menjadi sasaran berbagai bentuk kejahatan digital mulai dari kebocoran data pribadi di sektor publik maupun swasta, penipuan online yang merajalela, maraknya judi online, hingga berbagai modus scam yang memanfaatkan rekayasa sosial dan kecerdasan buatan.

Pola serangan digital ini menandakan bahwa data pribadi warga telah menjadi komoditas yang diperdagangkan secara ilegal di ruang siber, dan absennya lembaga otoritatif yang menjalankan fungsi pengawasan dan penegakan hukum secara tegas membuat situasi ini kian mengkhawatirkan.

"Badan Pelindungan Data Pribadi (Badan PDP) yang diamanatkan oleh UU PDP seharusnya telah menjadi garda depan dalam memastikan kepatuhan lembaga dan perusahaan terhadap prinsip-prinsip perlindungan data," tutur Pratama.

"Sayangnya, hingga kini pembentukannya belum dilakukan oleh Presiden. UU ini juga belum terealisasi secara efektif karena Peraturan Pemerintah (PP) sebagai dasar teknis implementasi juga belum terbit," tambahnya.

Menurutnya, Badan PDP bukan sekadar kebutuhan administratif, tetapi sebuah urgensi strategis nasional.

Ia menambahkan pembuatan lembaga ini memerlukan fondasi kuat, independen, serta bebas dari intervensi politik.

Hal tersebut termasuk kepemimpinan lembaga yang tidak boleh berdasarkan penunjukan politik, tetapi berdasarkan kompetensi teknis dan pengalaman mendalam dalam bidang keamanan siber, tata kelola digital, serta privasi digital.

Lebih lanjut, Pratama menyebut sosok yang memimpin Badan PDP harus memahami tidak hanya sisi hukum, tetapi juga dinamika teknis serangan siber, struktur data lintas sektor, serta strategi mitigasi risiko yang adaptif terhadap perkembangan teknologi global.

Tanpa kepemimpinan yang kompeten, katanya, lembaga ini berisiko menjadi sekadar simbol administratif yang tidak mampu menegakkan mandat perlindungan data secara efektif.

"Pembentukan Badan PDP yang kredibel, didukung oleh PP yang jelas, serta pemimpin dengan integritas dan kompetensi tinggi, akan menjadi kunci agar UU PDP benar-benar hidup dan bekerja melindungi rakyat, bukan sekadar tertulis di lembar undang-undang," pungkas Pratama.

Sebagai informasi, Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) mengatur "lembaga" yang memiliki kewenangan untuk mengawasi dan memberikan sanksi kepada pihak-pihak yang melanggar aturan tersebut.

UU PDP ini disahkan pada 17 Oktober 2022, dengan masa transisi selama dua tahun.

(lom/mik)

[Gambas:Video CNN]

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial