Jakarta, CNN Indonesia --
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadikan putusan perkara nomor: 178-PKE-DKPP untuk mempelajari laporan dugaan korupsi terkait pengadaan jet pribadi atau private jet di KPU RI Tahun Anggaran 2024.
Dalam putusan yang dijatuhkan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) tanggal 21 Oktober 2025, terungkap private jet yang disewa untuk rombongan KPU RI selama Pemilu 2024 menelan anggaran sebanyak Rp46 miliar.
"Kami tentu nanti akan mempelajari putusan dari DKPP tersebut, fakta-fakta yang terungkap seperti apa, dan itu tentunya akan menjadi pengayaan bagi kami di KPK dalam menindaklanjuti laporan aduan masyarakat tersebut," ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat dikonfirmasi, Selasa (28/10).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Meskipun begitu, Budi belum bisa menyampaikan detail kerja-kerja yang sudah dan sedang dilakukan oleh tim pengaduan masyarakat (Dumas) KPK.
"Namun, sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas KPK, maka atas setiap laporan aduan masyarakat, KPK pasti selalu sampaikan update perkembangannya kepada pihak pelapor, dan itu sifatnya tertutup atau rahasia," ucap dia.
"Nah, ini juga sekalian bertujuan untuk menjaga kerahasiaan identitas pihak pelapor, sekaligus menjaga kerahasiaan materi pelaporan," pungkasnya.
Sebelumnya, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua KPU, empat anggota KPU, dan Sekretaris Jenderal KPU karena terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu I Muhammad Afifuddin selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum. Teradu II Idam Holik, teradu III Yulianto Sudrajat, teradu IV Parsadaan Harahap, teradu V August Mellaz, masing-masing selaku anggota Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan," ucap Ketua Majelis Heddy Lugito.
"Tiga menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu VII Bernad Darmawan Sutrisno selaku Sekretaris Jenderal Komisi Pemilihan Umum terhitung sejak putusan ini dibacakan," sambungnya.
Anggota Majelis Ratna Dewi mengatakan tindakan teradu I sampai dengan teradu V dan teradu VII dalam penggunaan private jet tidak dibenarkan menurut etika penyelenggara pemilu.
Terlebih, teradu I sampai dengan teradu V dan teradu VII memilih private jet dengan jenis yang eksklusif dan mewah.
Ratna mengatakan dalih teradu I bahwa pertimbangan penggunaan private jet karena masa kampanye pada pemilu tahun 2024 hanya berlangsung 75 hari, sehingga waktu untuk pengadaan dan distribusi logistik pemilu 2024 sangat sempit, tidak dapat diterima.
"Bahwa penggunaan private jet tidak sesuai dengan perencanaan awal untuk monitoring distribusi logistik di daerah 3T, tertinggal, terdepan, terluar. Bahwa di antara 59 kali perjalanan menggunakan private jet tidak ditemukan satupun rute perjalanan dengan tujuan distribusi logistik," ungkap Ratna.
Sementara itu, pada Rabu, 7 Mei 2025, Koalisi Masyarakat Sipil melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait pengadaan private jet di KPU Tahun Anggaran 2024.
Koalisi itu terdiri dari Transparency International Indonesia (TI Indonesia), Themis Indonesia, dan Trend Asia
"Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi melaporkan dugaan penyalahgunaan private jet KPU yang dilakukan pada tahun 2024 kemarin. Laporan kami sudah diterima dan tinggal menunggu tindak lanjut dari (bagian) Pengaduan KPK," ujar Agus Sarwono dari TI Indonesia di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (7/5).
Agus menjelaskan laporan tersebut disusun berdasarkan tiga hal. Pertama, dari aspek pengadaan barang/jasa (procurement). Sejak tahapan perencanaan, terang Agus, pengadaan sewa private jet sudah bermasalah.
Pemilihan penyedia melalui e-katalog/e-purchasing sangat tertutup dan dicurigai sebagai pintu masuk terjadinya praktik suap.
Terlebih lagi perusahaan yang dipilih KPU masih tergolong baru (dibentuk tahun 2022), tidak punya pengalaman sebagai penyedia, memenangkan tender, dan bahkan dikualifikasikan sebagai perusahaan skala kecil.
"Di proses pengadaannya kami melihat ada hal yang sangat janggal, salah satunya adalah nilai kontrak itu melebihi dari pagu," kata Agus.
Melalui penelusuran Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan (SIRUP) yang dikembangkan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), ditemukan nama paket pengadaan "Belanja Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik" dengan kode 53276949 senilai Rp46.195.659.000.
Adapun uraian pekerjaan dari paket pengadaan itu berbunyi "Sewa Dukungan Kendaraan Distribusi Logistik untuk Monitoring dan Evaluasi Logistik Pemilu 2024".
Dua dokumen kontrak yang terkait dengan pengadaan itu masing-masing tertanggal 6 Januari 2024 dengan nilai Rp40.195.588.620, dan kontrak tertanggal 8 Februari 2024 dengan nilai Rp25.299.744.375. Jika ditotal, jumlahnya menjadi Rp65.495.332.995.
"Dari dua dokumen kontrak yang ditemukan di laman LPSE, juga ditemukan indikasi mark-up karena nilai kontraknya melebihi dari jumlah pagu yang telah ditetapkan," ungkap Agus.
Kemudian, dari sisi penggunaan private jet diduga tidak sesuai dengan peruntukannya. Dari segi waktu, masa sewa private jet disebut tidak sesuai dengan tahapan distribusi logistik pemilu.
"Penggunaan private jet digunakan setelah tahapan distribusi logistik selesai," kata Agus.
Dia mengatakan ada keanehan dari rute private jet yang disewa tidak dilakukan ke daerah yang disebut KPU sebagai daerah yang sulit dijangkau (terluar), sehingga ada indikasi private jet digunakan bukan untuk kepentingan pemilu.
"Ditemukan sebanyak 60 persen rute yang ditempuh tidak ke daerah terluar dan daerah tertinggal dari total penggunaan private jet ke 40 daerah tujuan, sehingga perjalanan ke daerah terluar hanya 35 persen dan daerah tertinggal 5 persen," imbuhnya.
Agus menambahkan ada dugaan private jet yang disewa merupakan pesawat dengan kepemilikan (yurisdiksi) asing. Diidentifikasi ada tiga private jet: dua register Indonesia dan satu register luar negeri.
Kemudian ketiga terdapat dugaan pelanggaran terhadap regulasi perjalanan dinas pejabat negara.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan 113/PMK.05/2012 jo PMK Nomor 119 Tahun 2023 tentang Perjalanan Dinas Dalam Negeri bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri, dan Pegawai Tidak Tetap, tutur Agus, perjalanan dinas bagi pimpinan lembaga negara dan eselon 1 dengan menggunakan pesawat udara maksimal hanya boleh menggunakan kelas bisnis untuk dalam negeri.
Sedangkan perjalanan luar negeri maksimal first class atau eksekutif. Bagi pejabat eselon 2 ke bawah menggunakan kelas yang lebih rendah (PMK Nomor 181/PMK.05/2019 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 164/PMK.05/2015 tentang Tata Cara Pelaksanaan Perjalanan Dinas Luar Negeri).
"Penggunaan private jet untuk perjalanan dinas bertentangan dengan peraturan Menteri keuangan tersebut," kata Agus.
Peneliti Trend Asia Zakki Amali mengungkapkan total emisi karbon dioksida (CO2) yang dihasilkan dari 59 trip ke 40 daerah tujuan penggunaan private jet tersebut adalah 382.806 kg CO2. Kata dia, apabila mengacu sifat urgensi untuk trip ke 23 daerah tujuan yang tidak perlu dilakukan karena bukan daerah terluar dan tertinggal, jumlah emisinya adalah 236.273 kg CO2.
"Seharusnya KPU bisa memakai pesawat komersial di rute-rute yang tidak terluar dan tertinggal untuk mengurangi kerusakan lingkungan akibat pelepasan emisi penerbangan yang tidak perlu," tutur Zaki.
"Terhadap emisi yang telah dikeluarkan oleh aktivitas KPU, maka KPU harus memperbaiki dampak yang ditimbulkan serta berkomitmen untuk memperkuat kebijakan internal dan eksternal yang sejalan dengan komitmen iklim," katanya.
Selain KPK, temuan tersebut juga akan diteruskan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk dilakukan audit investigasi terhadap pengadaan private jet, serta kepada DKPP dalam rangka menegakkan integritas penyelenggara pemilu.
(ryn/dal)

3 hours ago
3



































