Jakarta, CNN Indonesia --
Penjaga gawang bernama Rizki Nur Fadhilah yang berusia 18 tahun diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja.
Menurut penuturan ayah Rizki, Dedi Solehudin, anaknya mendapat tawaran bermain sepak bola di Medan. Tawaran tersebut berasal dari kenalan anaknya di Facebook yang mengaku sebagai manajemen dari klub tersebut.
"Awal mulanya, anak saya bilang ada kontrak main bola di Medan selama satu tahun. Tanggal 26 Oktober dia berangkat, dijemput ke sini pakai travel, terus dibawa ke Jakarta. Dari Jakarta ke Medan pakai pesawat," ujar Dedi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi dari Medan ternyata dibawa lagi ke Malaysia, lalu ke Kamboja. Dia diiming-imingi main bola awalnya, terus malah dibawa kerja di Kamboja," katanya.
Setelah itu sang anak mengabari kepada ibunya yang bekerja di Hong Kong sebagai Pekerja Migran Indonesia (PMI). Kemudian memberi kabar kepada sang ayah yang ada di Bandung.
"Jadi anak langsung kasih tahu saya, mamanya, 'Pak, Aa dijebak,'. Saya tanya tahu kontaknya dari mana, dia bilang dari Facebook," jelasnya.
Setelah berada di Kamboja, anaknya yang pernah bergabung di SSB Hesebah tersebut langsung dibiarkan begitu saja dan dipaksa bekerja untuk mencari korban penipuan melalui daring. Kemudian jika anaknya tidak mencapai target kerap mendapatkan kekerasan fisik.
"Anak saya disiksa tiap hari. Soalnya dia enggak dapat target korban. Jadi cari orang China yang kaya. Dia harus cari 20 nomor orang-orang China. Kalau enggak dapat, dia disiksa," kata Dedi soal anaknya yang disebut juga pernah masuk diklat Persib.
Setelah berada di Kamboja, anaknya tersebut langsung ditelantarkan dan dipaksa bekerja untuk mencari korban penipuan melalui daring. Kemudian jika anaknya tidak mencapai target kerap mendapatkan kekerasan fisik.
Dedi menjelaskan anaknya harus mendapat nomor telepon orang-orang China. Jika tidak memenuhi target, maka sang anak disiksa.
"Modusnya nyuruh anak saya seolah-olah perempuan. Jadi orang China itu tertarik dan bisa transfer uang. Dia tiap hari kerja dari jam 8 pagi sampai jam 12 malam. Bahkan sering belum selesai meski sudah jam 12 malam," terangnya.
Dedi mendapat penjelasan dari sang anak yang mengirim pesan secara sembunyi-sembunyi agar tidak mendapat hukuman di Kamboja.
Dedi sudah melapor ke Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bandun dan telah melakukan laporan ke Balai Pelayanan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP3MI) Jawa barat.
"Sudah lapor ke semua instansi Disnaker, ke BP3MI yang di Soekarno-Hatta. Ke Gedung Sate juga sudah. Tapi belum ada tindak lanjutnya. Saya minta tolong diperbantui. Padahal ini urusannya nyawa, anak saya tiap hari disiksa," ucapnya.
Baca selengkapnya di sini.
(nva/nva)

2 hours ago
2
































