Kejagung: Eks Stafsus Nadiem Masih di LN, Ibrahim Arief Tahanan Kota

6 hours ago 3

Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan empat sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di Kemendikbudristek. Salah satunya yaitu mantan staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan.

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar menyebut Jurist belum dilakukan penahanan. Sebab, Jurist hingga kini belum berada di Tanah Air.

"Karena yang bersangkutan tidak berada di Indonesia dan sudah beberapa kali dipanggil secara patut dalam kapasitas sebagai saksi tidak mengindahkan surat panggilan," kata Harli di Gedung Bundar Kejagung, Jakarta Selatan, Selasa (15/7/2025).

"Jadi supaya ada informasi bagi kita. Karena tadi ditetapkan empat orang tersangka, tapi terkait dengan penahanan baru terhadap tiga orang," jelasnya.

Keempat tersangka itu antara lain:

1. Direktur Sekolah Dasar Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah tahun 2020-2021, Sri Wahyuningsih (SW);
2. Direktur SMP Kemendikbudristek 2020, Mulyatsyah (MUL);
3. Staf khusus Mendikbudristek Bidang Pemerintahan era Mendikbudristek Nadiem Makarim, Jurist Tan (JT/JS);
4. Konsultan Perorangan Rancangan Perbaikan Infrastruktur Teknologi Manajemen Sumber Daya Sekolah pada Kemendikbudristek, Ibrahim Arief (IBAM).

Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Abdul Qohar, mengatakan dua tersangka, yakni Sri Wahyuningsih dan Mulyatsyah ditahan di rutan. Sementara, Ibrahim menjadi tahanan kota karena memiliki riwayat sakit jantung.

"IBAM penahanan kota karena berdasarkan hasil pemeriksaan dokter ada gangguan jantung kronis," ujarnya.

Terkait Jurist, Qohar menyatakan telah tiga kali absen panggilan penyidik. Namun, lanjut Qohar, Jurist sempat meminta untuk memberikan keterangan tertulis.

"Yang bersangkutan melalui kuasa hukumnya minta dimintai keterangan secara tertulis, tapi itu tidak dikenal dalam sistem hukum kita. Sehingga keterangannya yang dikirim ke kita ke penyidik secara tertulis nanti mungkin dapat digunakan sebagai alat bukti surat," ujar Qohar.

Kasus ini diduga berawal saat Kemendikbudristek melaksanakan kegiatan pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk jenjang PAUD hingga SMA pada 2020-2022. Total anggaran dari proyek itu mencapai Rp 9,3 triliun.

Qohar mengatakan, dalam pelaksanaan pengadaan proyek ini, para tersangka secara sepihak diduga membuat kesepakatan untuk menggunakan Chrome OS yang kualitasnya dianggap di bawah standar.

Pilihan yang telah ditetapkan para tersangka ini diduga membuat program Kemendikbudristek tersebut tidak tepat sasaran dan membuat negara merugi.

"(Para tersangka) menyalahgunakan kewenangan dengan membuat petunjuk pelaksanaan yang mengarahkan ke produk tertentu, yaitu Chrome OS untuk pengadaan teknologi informasi dan komunikasi dengan menggunakan Chrome OS pada tahun anggaran 2020-2022 sehingga merugikan keuangan negara serta tujuan pengadaan TIK untuk siswa sekolah tidak tercapai karena Chrome OS banyak kelemahan untuk daerah 3T," kata Qohar.

Perbuatan para tersangka melanggar ketentuan Pasal 1 ayat 14 juncto Pasal 42 ayat 1 juncto Pasal 43 ayat 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2016 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 131 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, serta bertentangan dengan ketentuan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. (ond/azh)

Loading...

Hoegeng Awards 2025

Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial