CNN Indonesia
Senin, 24 Nov 2025 15:18 WIB
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto merespons fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal pajak berkeadilan. (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto).
Jakarta, CNN Indonesia --
Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Bimo Wijayanto merespons fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal pajak berkeadilan.
Fatwa itu salah satunya menyorot pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dianggap tak pantas dipungut karena itu adalah kebutuhan dasar masyarakat layaknya sembako.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Bimo, PBB tidak dipungut oleh pemerintah pusat, tapi pemerintah daerah. Rumah sebagai objek pajak dinilai juga ditetapkan oleh pemda.
"Jadi, kebijakan tarif, kenaikan dasar pengenaan, semuanya di daerah. Kita juga sudah diskusi dengan MUI sebelumnya. Jadi nanti coba kita tabayun dengan MUI, karena sebenarnya yang ditanyakan itu PBB P2," ujar Bimo di DPR RI, Senin (24/11).
Menurut Bimo, PBB yang dipungut oleh pemerintah pusat adalah objek pajak tanah dan bangunan yang digunakan oleh pelaku usaha di berbagai sektor terkait pertambangan, perkebunan, perikanan, hingga kehutanan. Bukan yang digunakan masyarakat layaknya sembako.
Sembako, kata Bimo tak pernah dipungut oleh DJP. Pasalnya, ada aturan yang menekankan bahwa sembako bukan objek pajak, termasuk pajak pertambahan nilai.
"Memang kalau barang seputar kebutuhan dasar masyarakat memang tidak pernah dikenakan, seperti PPN (Pajak Pertambahan Nilai) nya itu kan 0 persen," jelasnya.
Fatwa MUI terkait PBB P2 merupakan hasil Musyawarah Nasional (Munas) XI yang digelar pada 20-23 November 2025 di Mercure Convention Center, Ancol, Jakarta.
Ketua Komisi Fatwa Munas XI MUI Prof KH Asrorun Ni'am Sholeh menyampaikan fatwa tentang Pajak Berkeadilan menegaskan bahwa bumi dan bangunan yang dihuni tak layak dikenakan pajak berulang.
(ldy/sfr)

15 minutes ago
1






























