Benarkah Tahun Ini Momentum Tepat Beli Rumah Seperti Kata Purbaya?

4 hours ago 2

Jakarta, CNN Indonesia --

Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa baru-baru ini menyebut bahwa saat ini merupakan waktu yang tepat bagi masyarakat untuk membeli rumah.

Menurutnya, perekonomian yang mulai pulih dan stimulus pemerintah yang sedang berjalan menciptakan momentum positif bagi pasar perumahan.

Namun, benarkah kondisi tersebut cukup aman untuk membeli properti tahun ini?

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengamat properti Aleviery Akbar menilai pernyataan Purbaya tidak sepenuhnya keliru.

Ia menilai bagi masyarakat yang memiliki kemampuan finansial, tahun ini memang bisa menjadi saat yang tepat untuk membeli rumah. Alasannya, masih ada sejumlah insentif yang membuat harga properti relatif lebih menarik.

"Benar saat yang tepat untuk membeli properti jika ada uang sebab insentif yang diberikan pemerintah masih berlaku selain insentif PPN (pajak pertambahan nilai), BPHTB (bea perolehan hak atas tanah dan bangunan) dan ditambah suku bunga yang rendah," ujar Aleviery kepada CNNIndonesia.com, Rabu (15/10).

Kendati demikian, Aleviery mengingatkan secara makroekonomi, situasinya belum benar-benar pulih.

Pertumbuhan ekonomi, kata dia, masih membutuhkan waktu untuk kembali ke level ideal, meski berbagai kebijakan fiskal telah digulirkan oleh Kementerian Keuangan.

"Masalahnya adalah pertumbuhan ekonomi belum naik pada saat ini. Kebijakan menkeu masih perlu waktu untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi. Prediksi saya jika semakin membaik ekonominya, kuartal I-2026 baru akan kelihatan," ujarnya.

Pandangan yang lebih hati-hati disampaikan Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda. Ia menilai pembelian rumah dengan skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di tengah ekonomi yang belum stabil justru berisiko tinggi.

"Membeli rumah dengan KPR dengan perekonomian yang tidak stabil, itu akan sangat berisiko mengingat bunga KPR floating, kecuali fix rate. Fix rate pun itu juga biasanya lebih tinggi dibandingkan bunga secara umum," tutur Nailul.

Ia menjelaskan banyak nasabah yang terjebak pada tawaran bunga rendah di awal masa kredit. Setelah masa bunga tetap berakhir, cicilan bisa melonjak drastis karena beralih ke suku bunga mengambang.

"Kadang yang jadi permasalahan banyak nasabah KPR adalah ketika awal ditawarkan bunga fix rate rendah selama tiga tahun. Tapi ketika masuk ke floating rate, cicilannya bisa tiga kali lipat. Tapi pendapatan hanya naik 5 persen, akibatnya banyak gagal bayar," jelasnya.

Menurut Nailul, meski saat ini likuiditas tinggi dan bunga sempat turun, kondisi itu tidak bisa dijadikan patokan jangka panjang.

Dalam beberapa tahun ke depan, suku bunga floating bisa kembali naik dan menekan kemampuan bayar masyarakat.

Ia menilai masalah utama dalam kepemilikan rumah bukan hanya soal bunga, tapi juga ketimpangan antara kenaikan harga properti dan pertumbuhan pendapatan masyarakat.

"Pembelian rumah ini tidak hanya berdasarkan likuiditas yang meningkat, tapi harga rumah juga. Pertumbuhan harga rumah lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pendapatan. Semakin ke sini, masyarakat semakin susah untuk membeli rumah," katanya.

Untuk menekan inflasi harga perumahan, Nailul mendorong adanya kebijakan pajak progresif bagi kepemilikan rumah lebih dari satu unit.

"Inflasi perumahan yang naik, tapi pendapatan stagnan, ya permintaan rumah juga akan rendah. Maka, saya pribadi sebenarnya harus ada pengaturan harga rumah melalui perpajakan. Terapkan pajak progresif kepemilikan rumah. Orang yang mempunyai rumah lebih banyak, harus mendapatkan tarif yang lebih tinggi. Agar harga rumah bisa terkendali," ujarnya.

Dengan demikian, meski kebijakan pemerintah saat ini memang mendukung pasar perumahan melalui insentif dan suku bunga rendah, keputusan untuk membeli rumah tetap perlu memperhitungkan risiko jangka panjang.

[Gambas:Video CNN]

(del/sfr)

Read Entire Article
Koran | News | Luar negri | Bisnis Finansial