Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR, Adian Napitupulu meminta pemerintah jangan asal menindak para pelaku usaha barang bekas atau thrifting yang belakangan tengah menjadi sorotan.
Hal itu disampaikan Adian usai menggelar audiensi dengan sejumlah pedagang barang bekas di BAM DPR, Rabu (19/11).
"Kita harap kalau misalnya negara tidak bisa memberikan lapangan pekerjaan, toh rakyat tetap butuh makan. Ya jangan ditindak-tindak dulu, lah," kata dia di kompleks parlemen, Jakarta, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada kesempatan itu, dia juga mengaku telah lama menggunakan barang thrifting dari mulai kacamata, jaket, kemeja, hingga celana.
Politikus PDIP itu juga mengaku sempat berdiskusi dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudi Sadewa usai pemerintah berencana menertibkan impor barang thrifting.
Sebab, kata Adian, berdasarkan hasil riset 67 persen milenial (kelompok masyarkaat kelahiran 1981-1996 atau Gen Y) menyukai dan menggunakan barang thrifting.
Menurutnya klaim ilegal tak bisa menjadi dasar pemerintah menertibkan thrifting. Sebab, usaha ojek online (ojol) hingga kini juga belum diatur secara khusus dengan undang-undang.
"Kalau gitu kita tanya, boleh enggak motor menjadi angkutan umum? Artinya kalau konsisten ojol tidak boleh, itulah kita selama 14 tahun tak mengubah undang-undang," katanya.
Mengutip data Kementerian UMKM, kata Adian, barang thrifting yang masuk ke Indonesia mencapai 3.600 ton dari total 28.000 kontainer yang memuat 784.000 ton tekstil impor ilegal. Artinya, kata dia, barang thrifting impor hanya 0,5 persen.
Dalam audiensi tersebut salah seorang pedagang thrifting Pasar Senen, Jakarta Pusat, Rifai Silalah, ingin agar usahanya dilegalkan pemerintah.
Pihaknya mengaku ingin menjadi warga negara yang baik dengan membayar pajak.
Dia menilai pemberian izin itu bisa menjadi solusi alih-alih ingin menutup. Dia menyebut usaha thrifting saat ini melibatkan 7,5 juta orang di seluruh Indonesia.
"Yang kami harapkan ini sebenarnya seperti di negara-negara maju lainnya, thrifting ini dilegalkan," katanya.
Thrifting, second-hand, preloved
Sebagai informasi, secara harafiah thrifting berasal dari kata bahasa Inggris 'Thrift' yang bermakna penghematan.
Belakangan, istilah ini digunakan untuk kebiasaan berbelanja baju atau barang bekas. Di masa lampau--dan masih berlangsung pula saat ini--tempat jual beli barang bekas itu dikenal dengan istilah Pasar Loak.
Adapun merujuk pada fesyen, tren thrifting berawal dari kebutuhan dan berkembang menjadi gaya hidup sejak 1980-an.
Fenomena ini kemudian populer di sejumlah kota besar misalnya Bandung dengan Cimol (kemudian pindah ke Tegalega, lalu pindah lagi ke Gedebage), atau Jakarta dengan Poncol di Senen dan Jembatan Item di Jatinegara.
CNNIndonesia.com pernah menulis bila menilik sejarahnya di dunia, kultur thrifting sebenarnya sudah dimulai sejak lebih dari satu abad lalu. Mengutip Time, pada akhir abad ke-19, berbagai wilayah di Amerika Serikat (AS) tumbuh pesat pasar loak atau kultur thrifting.
Kala itu Revolusi industri memperkenalkan produksi massal pakaian yang dianggap banyak orang sebagai sekali pakai. Akibatnya, banyak barang yang dibuang.
Dalam periode itulah, gerakan barang-barang second-hand atau preloved pun bermunculan dalam upaya menemukan kegunaan baru sebuah barang.
Organisasi Salvation Army dan Goodwill kala itu berperan besar mengembangkan konsep thrifting. Mereka mengumpulkan baju-baju bekas untuk kemudian dijual untuk para imigran dengan harga yang jauh lebih murah.

Oleh karena itu, seniman daur ulang Intan Anggita Pratiwie mengatakan ada pergeseran makna dalam konsep thrifting.
Dalam perbincangan dengan CNNIndonesia.com pada 2022 silam, dia mengatakan thrifting dilihat sekadar sebagai aktivitas berburu barang bekas. Padahal, kata dia, sesungguhnya thrifting memiliki misi tertentu.
Thrifting, menurut Intan, sejatinya adalah gerakan mengumpulkan barang bekas yang kemudian dijual. Hasil penjualan digunakan untuk amal, donasi, atau kegiatan sosial lain.
"Misal, kamu bikin garage sale untuk ibu-ibu yang kena dampak pandemi, enggak kerja lagi, ibu tukang sayur, itu bisa masuk thrifting. Kalau beli dari Gedebage, itu cuma beli second-hand," ujar Intan.
Dan, budaya thrifting yang semula dianggap sebagai cara berhemat bergeser jadi sesuatu yang keren bahkan jadi ladang 'cuan' yang diperebutkan lewat bal-bal busana bekas impor dari negara lain.
(thr/kid)

1 hour ago
3































